Gemulai tanganmu selalu kurindu
Pelukanmu menjadi perisai untukku
Engkau selalu melekat di hati
Mengharapkan engkau kembali
Salah satu bait puisi yang dibuat untuk mengutarakan pikirannya pada
ayahnya. Namanya Ananda Azzren, seorang siswi SMA yang sekarang duduk di kelas XII.
Menjadi seorang dokter adalah impian seorang Azzren. Dia ingin seperti ayahnya yang berguna
untuk peradaban dunia. Ayahnya adalah seorang ilmuwan. Ketika usianya lima tahun,
ayahnya berangkat ke Singapura meninggalkan dia dan ibunya sendiri untuk kepentingan penelitian. Namun sejak itu sampai saat ini ayahnya tidak kembali
lagi, ibunya mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal dunia akibat ledakan di
laboratorium tapi, dia sangat percaya ayahnya masih hidup dan akan segera pulang.
Senyuman
hangat mentari terukir dipagi hari. Burung-burung bernyanyi menyambut datangnya
pagi. Kicauan burung bernyanyi riang dihati. Di atas langit biru dipenuhi
lentera silaukan diri. Hari ini adalah hari terakhir Ujian Nasional (UN)
tingkat SMA. Meskipun ayahnya telah menghilang
sejak dia berusia lima tahun tapi, Azzren selalu berbicara pada ayahnya melalui sebuah
bingkai yang berisi fotonya bersama ayahnya.
“Azzren” Panggil seorang wanita paruh baya dari ruang
makan.
“Iya bu”
“Ayo makan lalu ibu antar ke sekolah” Pinta ibu Azzren sambil mengoles selai nanas di atas rotinya.
Dalam
perjalanan tidak ada yang memulai percakapan hanya bunyi kendaraan yang dapat
menimbulkan suara di antara mereka. Ketika sampai, Azzren pamit kepada ibunya yang
dibalas dengan mencium dahinya dan berkata “Do your best”. Beberapa saat
kemudian Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dimulai.
Setelah
Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) berakhir kepala sekolah mengumpulkan
semua siswa kelas XII untuk memberikan informasi bahwa para siswa kelas XII akan mengetahui
hasil kelulusan mereka pada tiga minggu yang akan datang.
***
Masih
dengan harapan yang sama bahwa ayahnya akan kembali, namun nyatanya itu hanya
impian kecil seperti kertas yang dihempaskan angin. Tiga minggu telah berlalu dihabiskan dengan menulis dan membaca. Tiba waktunya untuk Azzren pergi ke sekolah
dan melihat urutan namanya pada papan pengumuman.
“Hai Azzren” Sapa Sony padanya.
“Iya”
“Nama kamu urutan pertama sebagai siswa peraih nilai
Ujian Nasional tertinggi” Kata Soni dengan girang.
“Kamu pasti dapat beasiswa ke luar negeri”
Lanjutnya. Mendengar itu, Azzren hanya mengangkat alisnya dan berkata “Makasih
infonya”.
Beberapa saat kemudian setelah Azzren melihat namanya yang
memimpin nama-nama pada papan pengumuman, dia dipanggil ke Ruang Kepala
Sekolah.
“Permisi, bu” Ucap Azzren sambil mengetuk pintu.
“Masuklah Azzren” Jawabnya tegas.
“Ada apa ibu memanggil saya?” Tanya Azzren dengan santun.
“Ambillah amplop ini dan baca suratnya. Segera hubungi
saya jika kamu menerimanya” Jawabnya sambil memberi amplop itu.
“Baiklah, bu"
Perasaan
penasaran dan bingung sekaligus takut yang sedang dirasakannya saat sedang
berjalan melewati beberapa ruangan, karena tidak sabar untuk menunggu lagi Azzren membuka amplop itu dan
membaca surat yang tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa kuliah di Singapura.
Mendengar nama negara itu seakan seperti tusukan baginya.
Sepulang
sekolah dia memberitahukan ibunya tentang beasiswa itu, awalnya beliau setuju namun
ketika Azzren menyebutkan kata SINGAPURA, ibu sangat marah dan menyuruhnya menolak
beasiswa itu. Ketakutan karena peristiwa yang dialami ayahnya menjadi penghalang
untuk masa depannya namun, Azzren tidak akan membuang kesempatan untuk mencari ayahnya disana seperti harapannya.
Dia berusaha untuk meyakinkan ibunya bahwa dia akan baik-baik saja disana namun,
bukannya setuju tapi ibunya semakin marah padanya.
“Azzren!!! Kamu ingat apa yang telah terjadi pada
ayahmu!!! Kebakaran laboratorium itu yang di dalamnya ada ayahmu!!!! Ibu tidak
ingin kamu kuliah disana karena jika kamu kuliah disana ibu akan selalu ingat bahwa
disanalah ayahmu tidak akan pernah kembali lagi. Jadi, jangan melawan!!! Jika
kamu bersikeras pergilah tapi jangan pikir ibu mengizinkanmu!!!” Bentak ibuku
langsung meninggalkan ruang makan.
Azzren hanya berdiri kaku dan mematung tanpa mengatakan apa-apa dengan air
mata yang telah membasahi pipinya. Dalam batin, dia bertanya “Apa yang harus aku lakukan?”
Beberapa
hari kemudian, Azzren telah mengambil keputusan bahwa dia akan menerima beasiswa
itu dan akan segera berangkat ke Singapura.
“Bu, saya menerima beasiswa kuliah di Singapura”
Kata Azzren pada kepala sekolah melalui telepon.
“Baik, akan saya siapkan semuanya. Kamu akan berangkat
minggu depan.” Jawabnya lantang kemudian menutup telepon.
Azzren telah memasukkan semua barang termasuk fotonya bersama ayahnya ke dalam koper karena
hari ini adalah hari keberangkatannya ke Singapura. Sebelum pergi, Azzren pamit
pada ibunya walaupun perkataannya tidak dihiraukan oleh ibunya bahkan meninggalkannya ketika dia ingin mencium punggung tangan ibunya.
Pada kaca spion mobil Azzren tersenyum bahagia karena melihat pantulan bayangan ibunya yang sedang menatapnya di balik tirai. Dia sangat mengenal ibunya. Ibunya adalah sosok yang penyayang walaupun sebesar apapun amarahnya.
Pada kaca spion mobil Azzren tersenyum bahagia karena melihat pantulan bayangan ibunya yang sedang menatapnya di balik tirai. Dia sangat mengenal ibunya. Ibunya adalah sosok yang penyayang walaupun sebesar apapun amarahnya.
Satu
jam lewat lima puluh lima menit pesawat yang ditumpangi Azzren mendarat di Changi
Airport. Misi pencarian ayahnya untuk sementara ditunda karena, dia harus
menyiapkan segala keperluan mengenai kuliahnya. Jurusan Kedokteran.
***
Setelah beberapa bulan Azzren mendapat telepon dari
ibunya.
“Halo Azzren”
“Iya ibu” Jawabnya menahan air mata.
“Gimana keadaanmu nak?”
“Sangat baik bu. Aku kangen banget sama ibu” Jawabnya spontan menangis karena tidak dapat menahannya lagi.
“Ibu juga kangen banget sama kamu. Maafin ibu ya.
Kamu hati-hati-disana ya” Kata ibunya dengan suara pelan dan bergetar.
“Iya bu”
Di
Singapura, Azzren mendapatkan seorang sahabat yang selalu membantunya dalam misinya yaitu Nirza yang juga asli Indonesia namun menuntut ilmu di Singapura. Mereka berusaha mencari tahu tentang
tragedi ledakan laboratorium beberapa tahun lalu melalui koran lama dan
berbagai media lainnya namun tidak ada yang meninggalkan jejak. Kemudian mereka mencoba
bertanya di pusat penelitian Singapura tempat ayah Azzren dulu bekerja namun tidak
ada yang memberikan keterangan lebih jauh mengenai ledakan itu.
Tahun
demi tahun bergulir dengan cepat. Hari ini Azzren resmi menjadi seorang dokter dan
lulus bersama sahabat terbaiknya, Nirza tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda
keberadaan ayahnya. Azzren mendapat tawaran bekerja di sebuah Rumah Sakit.
Setelah
beberapa bulan bekerja, Azzren menangani seorang pasien yang ternyata adalah ayahnya.
Keadaan ayahnya yang duduk lemah diatas kursi roda dan menatapnya dengan penuh
arti.
“Ayah?” Tanya Azzren dengan bahagia diiringi air mata
sambil berjalan mendekati kursi roda yang ditempati ayahnya dengan seorang suster.
“Kamu siapa?
“Aku Azzren, Yah. Putri ayah” Jawab Azzren menunduk
dihadapan ayahnya.
Mendengar nama Azzren ayahnya langsung mengeluarkan air mata kebahagiaan dan memeluk Azzren karena yakin dengan kepercayaannya bahwa putrinya pasti akan menjemputnya di
Singapura. Ayah Azzren melanjutkan hidup di negara ini dengan membantu kegiatan di
panti asuhan. Dalam kelemahannya, ayah Azzren masih berusaha berguna untuk orang lain.
Ayahnya mengatakan bahwa beliau ingin pulang sejak beberapa tahun lalu namun ayahnya berpikir bahwa dengan keadannya itu pasti akan merepotkan Azzren dan ibunya. Ayahnya hanya yakin bahwa kelak Azzren akan menjemputnya.
Beberapa
hari kemudian Azzren mengurus kepindahannya ke Indonesia.
Akhirnya Azzren, ayahnya, dan ibunya dapat berkumpul kembali dalam satu keluarga yang utuh.
Akhirnya Azzren, ayahnya, dan ibunya dapat berkumpul kembali dalam satu keluarga yang utuh.
Writer : Nahsya Aprilia Tuhulele